Wayang dalam bentuk karya tertulis banyak jumlahnya. Apabila ditelusuri secara diakronis, maka cerita dan lakon wayang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan karya sastra wayang itu sendiri. Tokoh-tokoh wayang yang sekarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama Jawa, tidak terpisahkan dari epos tanah Hindu (India). Tokoh-tokoh wayang tersebut dalam karya sastra Hindu (India), terutama Ramayana dan Mahabharata memang ada perbedaannya dengan yang terdapat di Indonesia, namun ditinjau dari persamaan nama tokoh, maka hal itu tidak dapat dipisahkan (kerangka pemikiran histories), meskipun mengalami sedikit peubahaan (transformasi budaya).
Lakon-lakon yang dipentaskan di dalam pertunjukan wayang, tidak secara langsung mengambil dari cerita-cerita yang bersumber dari India (berbahasa Sansekerta) maupun Jawa Kuna, tetapi menyajikan lakon-lakon wayang yang sudah diciptakan dan digubah oleh para pujangga (sastrawan) Jawa pada ‘jaman Jawa baru’, seperti Kitab Pustaka Raja Purwa (gagrag Surakarta). Paling tidak dari dua sumber tersebut lakon-lakon wayang kemudian diciptakan.
Lakon-lakon wayang yang sudah diciptakan tersebut dapat berbentuk di dalam dua lakon besar, yaitu lakon pokok / baku / lajer / baku / pakem dan lakon carangan. Lakon pakem yaitu lakon yang sudah dibukukan (serat pakem tuntunan pedalangan), sudah diturunkan selama lebih dari dua generasi dan sudah dipentaskan oleh banyak dalang. Lakon carangan (carang = ranting) ; ibarat pohon
Buku Ajar MPK Seni Wayang PPKPT UI
6
merupakan cabang-cabang dari pohon inti (batang) ; yaitu lakon yang belum dibukukan, belum diturunkan lebih dari dua generasi dan belum dipentaskan oleh banyak dalang. Adapun pengertian lakon pakem terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu : lakon pakem balungan dan lakon pakem jangkep. Lakon balungan ialah lakon yang memuat seluruh / hampir seluruh unsur-unsur di dalam pertunjukan wayang, yang biasanya mempergunakan judul serat pakem tuntunan pedhalangan (sedalu muput)
Ki Siswoharsojo menulis beberapa lakon wayang yang dijadikan patokan (lakon pakem) oleh para calon dalang maupun para dalang, antara lain : Wahyu Makutharama dan Wahyu Purbasejati ; Ki Nojowirongko mengubah buku pakem pedalangan Lampahan Irawan Rabi / pernikahan Irawan (berisi mengenai patokan mendalang dan lakon pernikahan Irawan itu sendiri). Sedangkan untuk lakon balungan sebagai contoh yaitu : Pakem Ringgit Purwo Lampahan Lairipun Romo – Brubuh Ngalengka, yang disusun oleh Ki S. Soetarsa. Lakon carangan yang pernah dipentaskan oleh beberapa dalang yaitu Petruk Kelangan Pethel dan Bagong sunat.
Wayang yang termuat di dalam suatu karya sastra dapat pula sebagai sumber informasi mengenai adanya pertunjukan wayang (permainan bayang-bayang), bukan mengenai cerita atau lakon wayang itu sendiri. Sebagai contoh : di dalam Arjunawiwaha Kakawin karya Mpu Kanwa, pada jaman Airlangga di Jawa Timur (950 Saka = XI sesudah Masehi), masa Kediri, disebutkan mengenai seseorang menonton wayang menangis sedih, bodoh sekali ia, padahal sudah tahu bahwa yang disaksikan itu adalah kulit yang ditatah, kata orang ia terkena daya gaib. (R.Ng.Poerbatjaraka, 1926 : 20-21).
Demikian artikel yang saya tulis pada hari ini, lihat juga artikel saya yang lain tentang karya wayang , dan asal-usul wayang
Sumber : "BUKU AJAR MPK SENI WAYANG"
Penyusun : PRIYANTO, S.S., M.Hum & DARMOKO, S.S., M.Hum
Tags:
seni pedalangan