Sejarah Seni Kriya di Indonesia part 3 (Produk Kriya Indonesia yang Laris di Pasar Internasional)

Potensi pengembangan kriya di Indonesia sangat memungkinkan untuk lebih berkembang, menurut Prof.Grant Hannan,dekan fakultas RMIT Australia, 2002 menulis bahwa ada kurang lebih 100.000 sampai dengan 200.000 industri kriya di Indonesia. Banyak jenis produk kriya dihasilkan oleh pengrajin dari berbagai daerah, pemasaran dilakukan tidak hanya melalui toko Craft di daerah wisata, tetapi juga merambah masuk ke departemen store atau Mall di kota-kota besar, Pasar Seni; bahkan kini juga ke Web internet. Berbagai ajang pameran kriya baik berskala besar atau kecil, contohnya pameran oleh Dekranas di dalam dan luar negeri.

Baca juga:

Kedutaan Besar Indonesia di berbagai negara juga aktif membantu, Pengusaha maupun Kriyawan berusaha keras mempromosikan hasil karya dengan desain-desain pilihan. Kekayaan akan keragaman seni dan budaya, ikut mengangkat nilai estetis tampilannya. Khusus untuk produk kriya kayu biasanya terkendala oleh masih agak tinggi kandungan kadar air. Indonesia beriklim tropis, sudah tentu memiliki kelembaban udara yang tinggi. Keadaan itu sangat berpengaruh terhadap bahan kayu yang digunakan, upaya yang dilakukan adalah mengkondisikan kayu sedemikian rupa sehingga kadar air yang terkandung di dalamnya maksimal hanya sebesar 9%. Grant Hannan menulis bahwa hasil kriya Indonesia sulit dipasarkan ke manca negara, produk yang berbahan kayu sulit bersaing dengan produk dari Cina, Muangtai dan negara lainnya. Produk kemudi mobil, gagang tongkat transmisi mobil, kemudi kapal layar dan lainnya banyak digunakan oleh berbagai negara. Namun produk furnitur secara umum di pasaran Eropa, Amerika kalah bersaing dengan beberapa negara penghasil lainnya. Permasalahan terbesar adalah biaya produksi yang tinggi, ketahanan terhadap perubahan cuaca yang cukup ekstrim ( di negara-negara 4 musim).

Produk kriya yang banyak dipasarkan sebagian besar merupakan replika produk kriya masa lampau, bahkan pengusaha asing banyak yang bergerak di lingkup bisnis ‘barang antik’. Sayangnya produk kriya kayu yang sudah langka dan termasuk yang dilindungi sebagai ‘aset kekayaan craft’ Indonesia, banyak yang mengalir ke luar negeri sebagai komoditi perdagangan. Jenis barang tersebut antara lain furnitur, elemen hias rumah, alat-alat upacara reliji/kepercayaan dan lain-lain.

Kehidupan perekonomian di beberapa daerah menjadi meningkat berkat memberdayakan sumber daya yang ada, contoh : Jepara dengan produk mebel dan ukirannya, Kotagede dengan produk perak, pulau Bali menghasilkan berbagai jenis produk dengan bahan baku yang berbedabeda, suku Asmat Papua-Batak dengan patung primitif, Sulawei Selatan- Sumbawa dengan tenunannya,Pleret-Klampok-Singkawang dengan kriya keramiknya dan beberapa daerah lain dengan berbagai jenis produk khas kriyanya.


Kriya sebagai komoditi ekspor cukup bisa diandalkan selain produk migas, hasil yang diperoleh sangat besar sehingga dapat meningkatkan taraf perekonomian di beberapa daerah. Kekayaan seni dan budaya dari berbagai etnis yang berbeda,tersebar di ribuan pulau, bila dituangkan dan diwujudkan melalui benda-benda seni dan craft, akan tidak pernah habis gagasan yang dapat dimunculkan. Bahkan bila disertai dengan inovasi salah satunya menggabungkan dua atau tiga etnis yang berbeda akan menghasilkan puluhan atau ratusan, bahkan mungkin ribuan bentuk benda kriya yang berbeda-beda.

Kriya sebagai sarana pemerataan kesejahteraan, dapat dicapai melalui proses kerja kolektif. Cara yang biasa ditempuh adalah melaksanakan proses produksi melaui pengerjaan penyelesaian dan pembuatan komponen, atau pembagian bidang pekerjaan. Contoh: produk jadi dibuatkan kemasannya oleh pihak lain. Bila skala pekerjaan sudah mencapai taraf ekspor, umumnya dalam suatu lingkungan industri kecil rumah tangga dilakukan dengan pembagian kerja pembuatan komponen yang berbeda dengan menerapkan satu standar ukuran yang tetap sesuai pola yang harus dikerjakan.


Jenis karya lain adalah karya kriya yang berupa karya ekspresi pribadi, dihasilkan melalui proses pembuatan yang dikerjakan oleh seniman berpengalaman. Di Papua , suku Asmat membuat patung bertema primitif adalah sebagai wujud persembahan atau pemujaan terhadap roh nenek moyang.Suku Toraja membuat patung kayu untuk upacara penguburan jasad yang dihormati. Perwujutan wajah dibuat diupayakan semirip mungkin dengan wajah jasad jenazahnya. Bahkan pemeluk agama Katolik, menggunakan patung figur Yesus dan Bunda Maria sebagai sarana ibadah. Wujud yang ditampilkan bahkan ada yang menganut figur etnis yang diyakini, umpama beberapa etnis berkulit hitam cenderung mewujutkan figur sesuai etnis yang mereka yakini. Suku Dayak penganut Hindu dinamisme, memuja arwah nenek moyang atau dewa melalui sarana patung wujud yang menyerupai figur sosok yang diangankan atau yang mengilhami pembuatnya.

Di masa kini wujud ekspresi pribadi dituangkan oleh pembuatnya, apabila berupa furnitur akan mempertimbang eksklusivitas (karya tunggal), ergonomi, tampilan dan konstruksi. Karya elemen hias (untuk dekorasi) ruangan, yang diutamakan keunikan, estetika dan kesesuaian dengan proporsi ruangan.

Subscribe to receive free email updates: