Refleksi Diri dalam Berkesenian di Era Modern

        Terima kasih atas kunjungan anda, disini saya akan share beberapa file yang saya miliki, semuanya ini adalah beberapa file yang saya peroleh ketika mengikuti beberapa acara seminar yang duselenggarakan oleh kampus saya semasa kuliah dulu Universitas Negeri Surabaya / UNESA.



Refleksi

          Kesenian, apasaja cabang, jenis, bentuk dan genrenya adalah ungkapan pengalaman jiwa dari seorang atau sekelompok orang atau seniman. Kesenian tradisional atau kesenian tempatan biasanya merupakan karya bersama, dibuat secara bersama sama oleh orang banyak dengan kerja sama. Sehingga wajar bahwa nama penciptanya sering anonim. Kesenian tersebut juga dilakukan (dimainkan) dan digunakan untuk kepentingan bersama. Tiada batas yang jelas antara seniman dengan petani, nelayan, guru, atau tukang kayu maupun tukang batu. Demikian pula antara penari dan perupa maupun pemusik. Seniman sering juga petani, atau nelayan atau guru. Bahkan predikat seniman apalagi artis sangat jarang digunakan. Kesenian jenis atau genre ini terbentuk dalam kurun waktu dan proses yang panjang dan melalui iuran gagasan, ide dan penggarapan, serta lewat seleksi atau penyaringan sehingga mengkristal mencapai bentuk dan ujudnya yang dapat dinikmati dan dimengerti serta bermanfaat bagi masyarakat “pembuat”, pemelihara, pengguna sekaligus yang menghidupinya.  Tidak berlebihan kiranya bahwa kesenian jenis ini, - baca kesenian tradisional atau daerah atau kesenian (suku) bangsa adalah refleksi dari masyarakat atau bangsa pemilik atau pendukungnya .

          Ketika kita berbicara tentang bangsa sang pemilik, tentu tidak akan terlepas dari membicarakan situasi, kondisi, lingkungan serta beberapa hal yang melatar belakanginya, seperti agama atau sitem kepercayaan, adat istiadat, mata pencaharian, pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi, pendidikan dan lainnya. Semuanya bersama sama membentuk sikap, perilaku dan karakter dari bangsa tersebut, yang tersirat atau ter-refleksikan melalui keseniannya. Orang Bugis yang notabene adalah bangsa maritim, terrefleksikan dengan kecapinya yang berbentuk perahu serta  gendangnya yang bergemuruh serta gaya bermainnya yang dinamis. Musik Flores yang masyarakatnya mendiami kawasan pegunungan yang keras dan kering, bertani di ladang yang gersang secara bersama sama dan bekerja sama, berlatar belakang agama nasrani yang kuat, semuanya tercermin dalam musiknya yang bercapur campur antara musik a tonal dengan instrumen yang bisa didapat di sekitarnya sepeeti tempurung kelapa, ranting kayu, vokal yang berlaras diatonis dengan paduan suara yang menggunakan kaidah harmoni (barat) serta warna suara yang keras. Demikian pula dominasi kepemimpinan perempuan yang jelas serta konfigurasi posisi menyanyi dan menari yang melingkar atau melengkung seperti posisi mereka seolah menunjukkan kehidupan orang Flores ketika bekerja bersama sama di ladang di lereng lereng gunung.

          Etnomusikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji musik berbagai bangsa dengan pendekatan budaya: antropologi, sosiologi, sejarah, filsafat, psikologi, ekonomi dan sebagainya. Multi disiplin. Di bidang tari terdapat disiplin semacam ini disebut dengan etnokoreologi, walau belum berkembang sejauh etnomusikologi. Etnomusikologoi berusaha mengkaji fenomena dan peristiwa musikal bukan saja sebagai permainan bunyi belaka, lebih dari itu, musik adalah peristiwa budaya. Musik ada tentu ada makna, fungsi, guna  yang terkait dengan kehidupan dan  kebutuhan hidup manusia atau masyarakat tertentu dalam berbudaya dan pada setting dan konteks ruang dan waktu tertentu.

          Demikian juga untuk kesenian kesenian (genre) modern, kontemporer bahkan kesenian yang abstrak dan avant – garde. Untuk dapat menghayati apalagi memahami content dan massage yang disampaikan oleh seni (atau seniman pengkaryanya) genre genre tersebut, perlu pendekatan, penafsiran yang berlapis lapis, multi tafsir dari berbagai angle (sisi) dan perlu “analisis” multi disiplin. Namun demikian, walau kesenian kesenian modern, kontemporer dan atau avant - garde tersebut sifatnya lebih individual dan personal, - karena para pengkaryanya tidak ingin berkarya yang sama, mirip dengan karya orang lain bahkan dengan karyanya sendiri yang ia buat sebelumnya -, namun seniman seniman tersebut dalam berkarya tetap dipengaruhi oleh berbagai hal yang melatar belakanginya, seperti genetic, lingkungan, pendidikan serta maksud dan tujuan mengapa, untuk apa serta untuk siapa mereka membuat karya dan dalam bingkai waktu dan tempat tertentu. Karya selalu memiliki karakter sesuai atau merefleksikan pengkaryanya, pendukungnya, lingkungan, konteks, serta fungsi, maksud dan tujuan suatu karya di buat atau disajikan.

          Pertumbuhan karya (baru) memang sangat pesat laju perubahan dan perkembangannya, baik dalam jumlah, kwalitas, bentuk maupun genrenya. Hal ini dilatar belakangi oleh sifat kesenian dan seniman yang ingin selalu kreatif dan inovatif serta productif. Membuat yang baru dan yang baru. Dengan demikian sangat wajar bahwa kehidupan dunia ilmu pengetahuan tentang seni, tulis menulis tentang seni atau informasi tentang seni menjadi semakin jauh tertinggal dari karya kreatif seni. Terutama di Indonesia di mana disiplin ilmu tentang kesenian saat ini adalah baru, baru mulai sejak di selenggarakan program studi kajian seni di beberapa perguruan tinggi kesenian maupun lainnya yang menyelenggarakan program kajian seni/budaya yang boleh dikatakan sedang di bangun sejak beberapa decade belakangan ini. Publikasi hasil peneltian mereka atau hasil pemikiran mereka tentang seni dengan demikian memang masih sangat minim. Sedangkan setiap hari lahir puluhan karya seni di seluruh Indonesia.

          Sebenarnyalah terdapat satu profesi penting yang tugas dan perannya sebagai mediasi, menjambatani kesenjangan (pemahaman dan pengayatan) antara kesenian, seniman dengan khalayaknya. Profesi tersebut adalah kritikus, yaitu seseorang yang memberi penjelasan bukan saja dari aspek musical/tari, teknik atau estetik, tetapi juga dari segi yang lebih luas. Kritikus bukanlah pekerjaan yang memberi kritik dalam arti mencari kesalahan, kelemahan, apalagi kejelekan dari suatu karya yang bisa menjatuhkan nama bahkan karier seorang seniman. Kritikus biasanya tidak “bersedia” menulis kritik atau memberi kritik dihadapan publik yang luas ketika sebuah karya yang dilihat/didengarnya memang belum layak untuk dibicarakan, atau tidak “memiliki” hal yang menarik. Kritikus dianggap bodoh dan tidak etis ketika ia berniat untuk “mematikan” (karier) seseorang kecuali ada hal atau tujuan khusus, seperti menghasut, membahayakan keamanan, kesatuan bangsa atau mendiskreditkan atau sebaliknya sangat mengagungkan kelompok atau golongan tertentu. Kritikus adalah orang yang berusaha untuk menempatkan suatu karya dalam proporsinya dan menecmpatkannya pada tempatnya di masyarakat secara wajar dengan perspektif yang lebih luas. Sesuai dengan karakter kesenian yang multi dimensi. Kritikus menunjukkan apakah dalam karya seni tersebut terkandung sesuatu yang baru dari segi kompositoris, garap, instrumentasi atau hal hal lainnya yang bersifat teknis, maupun nilai nilai yang berguna bagi kehidupan kesenian dan terutama juga bagi kemaslahatan manusia, dilihat dari berbagi sisi. Dunia kritik di Indonesia juga belum tumbuh dengan baik. Kritikus seni, terutama dalam dunia seni pertunjukan masih sangat minim, belum ada 5 orang. Kehidupan kritik dalam bidang sastra, seni lukis dan seni  hiburan atau entertaiment, kehidupannya sudah sedikit lebih baik.



Sumber: MakalahSN/Pend.Seni2011/R.Supanggah/ISI Surakarta

Post a Comment

Previous Post Next Post