Seni bagi masyarakat masih dianggap sebagai hiburan dan bagi sebagian orang seni mungkin suatu keistimewaan yang diidentikkan dengan bakat. Dalam rancang festival ini boleh jadi ajang unjuk bakat dan bakat dipahami sebagai keterampilan yang datang dari sanaNya, natural atau alami. Karena kealamian, beberapa warisan seni dipertahankan tapi kurang berkembang, ada yang diasah tetap juga sulit tumbuh, ada juga yang dibiarkan tidak diasah karena memang bakatnya, pada akhirnya stagnan.
Warisan seni tradisi di daerah-daerah banyak mendapat kendala untuk berkembang, salah satunya seni pertunjukan Sandur. Seni tradisi ini lahir dari proses alamiah dalam perut kebudayaan, disokong secara kolektif dan diperankan oleh mereka yang menghargai makna kehidupan dan rasa syukurnya atas karunia yang diberikan kepadaNya. Lebih dari itu, Sandur memiliki makna ambigu dan sangat kompleks, setiap detail darinya memiliki makna dan menyimbolkan sesuatu. Misalnya tokoh-tokoh yang dimainkan mewakili sifat - sifat manusia secara sarkas dan anekdottal, bahkan properti dan asesorisnya menyembunyikan makna yang kuat. Secara keseluruhan Sandur dimaknai sebagai totalitas prosesi hidup manusia dari lahir sampai meninggal.
Seni pertunjukan Sandur, dimainkan oleh 4 anak sebagai tokoh utama, satu diantara mereka sebagai perempuan, mereka berjalan memutar sambil mengkomunikasikan pepatah dan sindiran, beberapa orang melingkari mereka, diiringi tetabuhan gendang dan gong. Tokoh utamanya adalah Pethak, Balong, Tangsil dan Cawik. Pethak mewakili orang bingung, sedangkan Balong representasi tentang orang kaya, Tangsil menyimbolkan orang tua yang humoris dan Cawik representasi seorang perempuan yang menjaga kehormatan. Empat tokoh ini merupakan kombinasi yang unik, jika digabungkan mungkin seperti ini : seorang lelaki kaya yang bingung mencari jodoh seorang perempuan yang mampu menjaga martabat, namun mereka membutuhkan nasehat orang tua yang sanggup mengarahkan sekaligus menghibur.
Lalu apa hubungannya dengan seni rupa? Apa seni rupa itu menghibur? Sandur bisa dipahami sebagai peninggalan yang kurang populer namun berupaya terus untuk dipertahankan dan diperkenalkan. Memaknai kembali seni tradisi sama halnya belajar tentang nilai-nilai yang luput dari jaman modern. Menggali pemahaman tentang mindtefaknya, mengingatnya seraya mempraktikkannya dalam kehidupan sehari - hari dengan cara yang kekinian adalah sebuah sikap dan cara pandang. Dari sudut ini, Perupa diharapkan memiliki anggapan dan asumsi tentang Sandur dalam konteks sekarang yang direpresentasikan melalui karya seni rupa.
Penulis,
Mayek Prayitno.
Jakarta 2019
Penulis,
Mayek Prayitno.
Jakarta 2019
Tags:
seni teater