Sudah sejak zaman prasejarah kita mengenal berbagai peninggalan
berupa artefak, ada yang berupa peralatan, perhiasan dan sebagainya.
Hasil karya tersebut dihasilkan karena ketrampilan seseorang dalam
membuat dan mengubah bahan atau benda keperluan sehari-hari
menjadi karya kriya, memang diakui bahwa keberadaan kriya sudah sejak
lama dibedakan dengan karya seni. Seperti yang diuraikan sebelumnya,
peristilahan tentang seni dan kriya dipengaruhi oleh dunia Barat.
Kata ‘seni’ (art) berasal dari kata kerja - bahasa Latin ar yang berarti
merangkai menjadi satu, menggabungkan atau menyusun. Seseorang
yang membuat suatu benda disebut pengrajin. Ada suatu kecenderungan
pemikiran, bahwa seni diyakini sebagai ekspresi individual, sedangkan
kriya dipercaya sebagai sumber dari sebuah karya yang berguna bagi
kehidupan. Seni bila diberi ilham oleh pandangan personal (individual),
dan kriya adalah teknik yang mewujudkan karya seni itu, maka
sesungguhnya antara kriya dan seni menjadi tidak terpisahkan.
Sekurang-kurangnya adalah saling melengkapi. Apabila kita mencermati
bangunan-bangunan atau rumah modern, banyak kita temui berbagai
elemen seni dan kriya saling melengkapi. Almari, meubel, penyekat ruang
(divider) dan lain sebagainya saling mengisi, sulit bagi kita membedakan
apakah itu karya seni atau kriya.Kesemuanya memberi kesan keindahan
bagi yang menyaksikannya.
Pergerakan seni dan kriya berkembang dan berkembang selama
masa pertengahan abad ke 19, itu melibatkan gabungan secara meluas
berbagai seniman, penulis, kriyawan, wanita. Begitu luasnya berbagai
komponen masyarakat yang terlibat, sulit untuk menetapkan batasan
‘seni’ dan ‘kriya’ secara jelas dan akurat. Sebagian memandang bahwa
beberapa Pendahulu adalah sangat kolot (consevative, tampak
memprihatinkan kembali ke masa lalu di abad Pertengahan. Sementara
yang lainnya adalah sosialis dan rajin mengadakan reformasi. John
Ruskin (1819-1900) memperkenalkan estetika seni dan kriya dengan
aliran Protestan, sedangkan yang lain, seperti arsitek Augustus Welby
Pugin (1812-1852) melihat adanya pertalian antara kebangkitan abad
pertengahan dengan pengaruh Katolik. Lebih jauh lagi, pengrajin dan
kaun perempuan yang terlibat dalam pergerakan sangat aktif di bidang
lintas keterampilan(skill): seperti arsitek, tenaga percetakan, penjilid buku,
pembuat keramik, pembuat perhiasan, pelukis, pematung, pembuat
mebel. Beberapa anggota pergerakan, seperti desainer William Morris
(1834-1896) dan C.R Ashbee(1863-1942), menghargai karya kerajinan
tangan (handycraft) dan cenderung menolak kesempatan baik untuk
memproduksecara masal untuk keperluan pasar. Di lain pihak seorang
arsitek Frank Lloyd Wright (1867-1959), secara positif sangat menyukai
keuntungan-keuntungan sosial dan hal-hal kreatif mesin produksi.
Pada tahun 1870 an, pergerakan perkembangan ‘seni’ dan ‘kriya’
semakin beraneka ragam, ketika kebangkitan minat terhadap seni dan
kriya di Inggris dieksport dan tertanam hingga ke dalam karya-karya asli
seni tradisionil di negara lain. Di Amerika Serikat, kebangkitan karya
tradisional daya tarik gaungnya bagi warga negaranya adalah dengan
adanya daya tarik politis yang kuat, sifat individualis, dan juga terhadap
barang buatan tangan atau tenunan buatan sendiri. Thomas Carlyle
(1795-1881) atu Ruskin, menulis tentang sisi menakutkan dengan adanya
era industrialsasi dan menggambarkan juga tentang keadaan kehidupan
penduduk abad pertengahan di Inggris. Komunitas Shaker membuat
furnitur dan bangunan sederhana, yang gaungnya dapat mempengaruhi
banyak lingkungan seniman idealis dan kreatif dalam masa pergerakan
seni dan kriya. Friedrich Engels (1820-1895) memisahkan diri dari agama
keyakinan kaum Shaker tetapi memuji kondisi masyarakat bawah di
lingkungan terdekatnya, di mana karya mereka dibuat dan terjual.
Tags:
seni kriya