Kebangkitan seni dan kriya di paruh pertengahan abad ke 19,
mewujudkan suatu kekayaan tradisi dan keragaman politik, kepercayaan/
agama dan gagasan estetik yang didapati berbagai ragam bentuk
medianya. Saat ini berkembang adanya dasar-dasar dan keyakinan
ketentuan umum terhadap perkembangan pergerakan pengetahuan Seni
dan Kriya secara umum.
Baca juga:
Sejarah Seni Kriya di Indonesia Part 1
Sejarah Seni Kriya di Indonesia Part 2 (Pekerja Kriya di Indonesia pada Masa Lampau)
Sejarah Seni Kriya di Indonesia Part 3 (Produk Kriya Indonesia yang Laris di Pasar Internasional)
Kriya kayu Indonesia berasal dari berbagai daerah etnik, kriya masa
lampau merupakan bagian kekayaan etnik tradisi Nusantara. Keragaman
terlihat melalui hasil-hasil yang tersebar di berbagai daerah. Karakter dan
ciri khas daerah masing-masing tercermin jelas. Berbagai media yang
digunakan menghasilkan berbagai jenis hasil kriya, media yang
digunakan antara lain kayu, logam, tanah liat, kulit dan lain-lainnya.
Hasil
karya kriya terwujud dalam berbagai bentuk dan gaya, guna memenuhi
berbagai kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan. Mulai dari
Sabang hingga Merauke terhampar berbagai ragam karya kriya Indonesia
yang terpadu dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika (Unity in variety serta
unity and diversity). Konsep yang mencerminkan tekat bangsa untuk
menegakkan kesatuan dan persatuan dalam keragaman etnik, suku,
budaya dan religi. Adapun kriya di Indonesia diikat oleh nilai-nilai konsep
masing-masing daerah tidak pernah pudar. Kehadirannya
membangkitkan pesona, daya pikat dan keunggulan komparatif, bila
dibandingkan dengan karya sejenis dari daerah lain atau Negara lain.
Peta kriya Indonesia sendiri dari bidang seni batik terdapat gaya
Yogyakarta, Solo, Banyumasan, Pekalongan, Lasem, Madura dll. Seni
Tenun Troso, Pidan, Sumba, Makasar, Maumene, Ende Maluku dan
Nusa Tenggara Timur. Kriya kayu untuk seni ukir kayu terdapat gaya
Asmat, Timor, Nias, Kalimantan, Toraja, Simalungun, Batak,
Minangkabau, Lampung, Bali, Madura, Jepara, Klaten, Surakarta,
Yogyakarta, Cirebon dan lain-lainnya.
Terdapat pada bangunan Percandian, bangunan rumah adat, istana raja,
rumah tinggal bangsawan dan penduduk, perabot mebel dan berbagai
unsur interior utilitas umum lainnya. Dibidang aksesoris, terdapat
perangkat busana tari, perangkat upacara keagamaan, perangkat musik
tradisi, mainan anak-anak, benda-benda cinderamata dan masih banyak
lagi yang lain.
Baca juga: Filosofi Seni Kriya
Pada masa pra sejarah banyak produk kriya dihasilkan, akan tetapi hanya
bisa diketahui hasil produk akhir dan dapat diklasifikasikan berdasarkan
bahan yang digunakan, yaitu: batu, tanah, logam. Penggunaan masingmasing
jenis bahan tersebut tidak terjadi dalam satu masa sekaligus,
akan tetapi dalam masa sesuai tingkat pengetahuan teknologi mereka.
Pada tingkat teknologi yang sederhana, manusia memanfaatkan bahanbahan
yang ditemukan di lingkungan setempat tanpa adanya pengolahan
terlebih dahulu seperti : batu dan kayu. Ini merupakan teknologi awal
dalam kehidupan manusia, pada masa yang bahan utama untuk alat dibuat dari bahan batu ini kemudian disebut zaman batu. Ini berlangsung
cukup lama, dan mengalami perkembangan teknik yang disebabkan
adanya perkembangan pengetahuan teknologi pengerjaan batu. Masa ini
disebut masa paleolitik, kemudian masa neolitik. Artefak mereka berupa
kapak batu yang dipakai untuk mengumpulkan kebutuhan fisik. Pada
masa ini pengetahuan kemudian pengetahuan berkembang, sehingga
mereka dapat membuat benda-benda dari bahan tanah. Tahap ini
manusia hidup sebagai penghasil makanan/ food producing stage,
manusia memerlukan suatu wadah untuk makanan. Kemudian ditemukan
teknik pembuatan gerabah, dan tidak lepas dari adanya tenologi api yang
digunakan untuk pembakaran gerabah. Puncak dari zaman peradaban
teknologi api adalah dengan ditemukannya logam, kemudian manusia
memasuki zaman logam. Manusia harus mampu menghasilkan
pemanasan tinggi untuk peleburan logam, dalam peradaban Asia Barat
teknologi logam berkembang ditengarainya dengan adanya dominasi
bahan logam dari mulai zaman tembaga, perunggu sampai dengan
zaman besi. Pada sekitar tahun 4000 SM, barulah manusia menemukan
tembaga dapat dicampur dengan logam lain (timah dan arsenik atau
timbal) sehingga memperoleh paduan logam yang berkualitas lebih baik
dari pada tembaga. Sekitar tahun 2000 SM, sejalan dengan
perkembangan teknologi api baru manusia menemukan besi.
Di Indonesia tidak mengenal sistem pembagian tiga zaman
peradaban manusia (zaman tembaga, zaman perunggu, zaman besi),
kebudayaan logam Indonesia langsung masuk ke zaman perunggu-besi.
Pengaruh kebudayaan yang didapat adalah pengaruh kebudayaan
Dongson Vietnam, hasil kriya antara lain nekara, kapak dan perhiasan.
Cetak lost wax casting : cetak ulang dari bentuk asli dibuat dengan lilin
/tahap positif,setelah dingin kemudian dibalut dengan tanah liat dan
disediakan lubang kecil-tanah dibakar-lilin akan meleleh keluar sementara
tanah pembungkus mengeras dan meninggalkan rongga sesuai bentuk
lilin model. Setelah itu dituangkan cairan logam melalui lubang ke dalam
rongga cetakan tanah liat, setelah dingin kemudian tanah liat dipecah
untuk mengeluarkan benda cetakan yang sudah jadi.
Lanjutkan membaca: Sejarah Seni Kriya di Indonesia Part 2 (Pekerja Kriya di Indonesia pada Masa Lampau)
Tags:
seni kriya