Istilah Gambyong diambil dari nama seorang
penari tledhek (tayub). Penari yang bernama
Gambyong ini hidup ini pada zaman susuhunan
Paku Buwana IV di Surakarta (1788-1820). Tari
Gambyong mulai berkembang di era susuhunan
Paku Buwana IX (1861-1893) atas jasa K.R.M.T
Wreksadiningrat. Tari tersebut diperkenalkan
kepada umum dan ditarikan oleh seorang
Waranggana (pesindhen). Oleh karena sudah
beralih ke struktur masyarakat bangsawan maka
tari ini mengalami modifikasi yang berbeda
dengan bentuknya yang semula.
Koreografi Tari Gambyong
Gerak-gerik tari ini yang awalnya begitu
kasar mulai diperhalus. Hal ini terjadi, khususnya
ketika tari Gambyong muncul sebagai tari Gambyong Pareano yang diciptakan oleh
Nyi Bei Montoraras pada tahun 1950. Sejak ini, tata tari, Gambyong mengalami
perubahan yang drastis seperti susunan tari, iringan tari, rias dan busananya.
Selain bentuknya yang berubah, fungsinya juga mulai berubah. Pada saat
bertransformasi menjadi Pareanom ini, tari Gambyong yang awalnya hanya
difungsikan untuk hiburan atau tontonan maka kemudian beralih fungsi menjadi
tari untuk menyambut tamu-tamu besar.
PENAMPILAN
Tari Gambyong sering ditampilkan di
Mangkunegaran pada zaman penjajahan Jepang untuk menjamu para tentara
Jepang yang datang di Mangkunegara.
Tari Gambyong adalah salah satu tari tunggal
klasik yang berasal dari Solo, Jawa Tengah. Seperti
pada umumnya tari-tarian dari solo yang dinamis dan
komunikatif, tari Gambyong merupakan gambaran
sifat-sifat wanita yang diungkapkan dalam gerakan
yang halus, lembut, lincah, dan terampil tetapi
luwes.
Busana Tari Gambyong
GERAK KAKI
Koreografi tari Gambyong sebagian besar
berpusat pada penggunaan gerak kaki, tubuh, lengan,
dan kepala. Gerak kepala dan tangan yang halus
dan terkendali merupakan spesifikasi dalam tari
Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak
mengikuti arah gerak tangan dengan memandang
jari-jari tangan menjadikan faktor dominan gerakgerak
tangan dalam ekspresi tari Gambyong. Hal
ini dapat diamati pada gerak ukel asta (memutar
pergelangan tangan) sebagai format gerak yang sering
dilakukan.
Gerak kaki pada saat sikap berdiri dan berjalan mempunyai korelasi yang
harmonis. Sebagai contoh, pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah
kecil-kecil), nacah miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul
kaki kanan diletakkan di depan kaki kiri), dan kengser (gerak kaki ke samping
dengan cara bergeser/posisi telapak kaki tetap merapat ke lantai). Gerak kaki yang
spesifik pada tari Gambyong adalah gerak embat atau entrag, yaitu posisi lutut
yang membuka karena mendhak (merendah) bergerak ke bawah dan ke atas.
Penggarapan pola lantai pada tari Gambyong dilakukan pada peralihan
rangkaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian
gerak berikutnya. Adapun perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada
gerak penghubung, yaitu srisig, singget ukel karna, kengser, dan nacah miring.
Selain itu, dilakukan pada rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku) ataupun
gerak di tempat (sekaran mandheg).
UNSUR WIRAMA
Unsur wirama tari Gambyong didukung oleh gending yang mengiringinya.
Gending tersebut menjadi identitas tari tunggal ini. Misalnya, Gambyong
Pareanom, berarti unsur wirahmanya didukung oleh Gending Pareanom.
Demikian srtikel tentang Tari Gambyong, Tari Tunggal Klasik dari Solo Jawa Tengah, semoga dapat menambah ilmu anda dalam mempelajari Tari Gambyong dan semoga artikel ini dapat memberikan manfaat untuk pengetahuan anda.
Tags:
seni tari