Berdasarkan karakteristik yang terdapat pada ragam hias motif batik, karya seni batik dibagi menjadi dua yaitu batik kraton dan batik pesisiran. Batik kraton merupakan batik yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri, serta memandang manusia dalam konteks harmoni semesta alam yang tertib, serasi dan seimbang, Sedangkan batik pesisiran merupakan batik yang menyerap pengaruh budaya asing dan mengalami perpaduan pengembangan motif daerah masing-masing. Salah satu perpaduan ini nampak jelas pada beberapa motif batik pesisiran Indonesia, misalnya yang terlihat dalam akulturasi budaya di motif batik Lasem.
BATIK PESISIRAN "BATIK LASEM"
Batik Lasem merupakan salah satu jenis batik pesisiran yang memiliki ciri khas tersendiri. Kekhasan ini mendapat pengaruh dari budaya Cina, pengaruh itu yang nampak pada coraknya yang sangat dipengaruhi budaya Cina seperti kepercayaan dan legendanya. Corak atau motif batik Lasem merupakan gabungan pengaruh budaya Cina dan budaya lokal Jawa Tengah.
Batik Lasem peranakan pada awalnya banyak diproduksi dan dikonsumsi oleh golongan masyarakat Cina Peranakan. Batik Lasem lebih dikhususkan pada Cina Peranakan karena di Indonesia orang Cina yang menetap tidak hanya Cina Peranakan tetapi juga Cina Totok. Cina Peranakan sendiri adalah seluruh orang Cina yang lahir di Indonesia. Pada umumnya Cina Peranakan sudah tidak mampu lagi menggunakan bahasa Tionghoa, baik Mandarin maupun dialek Tiongkok, kaum peranakan lebih mudah beradaptasi dan menyerap adat kebiasaan di daerah sekitar yang mereka tinggali. Berbeda dengan Cina Totok, pada golongan ini orang Cina ditandai dengan budaya Cina mereka yang masih sangat kuat, masih mampu berbahasa Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari mereka, masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan Tionghoa mereka.
Semakin berkurangnya kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh golongan Cina Peranakan dan semakin cepat mereka beradaptasi dengan masyarakat sekitar, mengakibatkan kebiasaan-kebiasaannya mengacu pada budaya setempat. Salah satunya adalah kebiasaan berbusana, mereka terpengaruh oleh cara pakaian masyarakat setempat.
Perempuan Cina peranakan mungkin mengikuti cara para istri Belanda jaman dulu yang memilih cara berpakaian penduduk lokal. Anak-anak perempuan peranakan Cina mengenakan kebaya dan sarung yang biasa dikenakan oleh perempuan setempat di Jawa. Namun untuk membedakan komunitas Cina dengan perempuan setempat biasanya terlihat dari motif sarung dan kebaya yang dikenakan dibuat dengan motif yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Motif sarung yang digunakan oleh perempuan Cina peranakan yang berbeda dengan perempuan lain, salah satunya terdapat dalam motif sarung batik Lasem. Batik Pekalongan dan batik Lasem dikenal sebagai batik yang bercorak khusus yang dipakai oleh perempuan Cina. Biasanya warna-warna yang digunakan jauh lebih bervariasi.
CIRI KHAS MOTIF BATIK LASEM
Ciri khusus batik lasem meliputi warna merah darah ayam yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain. Sebelum ada pewarna kimia, pembatik Lasem menggunakan kulit mengkudu atau pace dicampur dengan kayu-kayuan untuk menghasilkan warna merah tersebut. Ciri khas lainnya terdapat pada motif yang memiliki unsur Cina seperti burung hong, kupu-kupu, naga, kilin atau singa, bunga Lotus, dll. Sebagian besar motif dalam batik Lasem merupakan implementasi dari unsur-unsur budaya cina yang memiliki makna khusus.
Pengaruh budaya Cina pada motif batik lasem terlihat pada kombinasi warna cerah merah, biru, kuning, dan hijau. Kecerahan warna ini tidak lepas dari nuansa lingkungan alam di pesisir pantai utara Jawa sebagai kota pelabuhan yang dinamis. Di kota-kota pelabuhan ini, akulturasi antara masyarakat pribumi dan para pedagang, khususnya pedagang dari Cina yang mendominasi kehidupan komersial di Lasem mengilhami keberagaman warna dan motif batik Lasem itu sendiri.
Kegemaran peranakan Cina menggunakan kain batik sebagai bawahan baju yang digunakan ini menjadi ketertarikan tersendiri oleh penulis. Batik yang identik dengan budaya Jawa, setelah dimodifikasi oleh Cina Peranakan, malah menjadi pakaian keseharian mereka. Sarung dengan hiasan/motif batik khas Cina, yang menjadi identitas orang Cina Peranakan dalam kehidupan sehari-harinya. Pada tahun 1960 model pakain ini sudah tidak lagi berkembang karena masuknya budaya barat yang mempengaruhi pakaian orang Cina, yang pada akhirnya mereka lebih suka menggenakan pakaian khas Barat daripada Batik.
Mode pakaian perempuan Cina baik baju panjang maupun baju kurung pada saat itu selalu dikombinasikan dengan sarung batik yang berwarna-warni dengan berbagai motif campuran Jawa dan Cina, seperti bunga-bungaan, burung, dan kupu-kupu. Batik Nyonya seperti ini biasanya diproduksi para pengusaha batik Cina di kota-kota pesisir utara Jawa, terutama Pekalongan, Kudus, dan Lasem di Jawa Tengah.
Batik Lasem yang sangat dominan dengan pengaruh Cina, tetapi juga masih tetap dalam kaidah-kaidah batik Jawa diselingi dengan warna-warna cerah khas daerah pesisir yang dihasilkan menjadai daya tarik tersediri batik Lasem menjadi sangat berbeda dengan batik pesisir dari daerah lain. Batik Lasem yang munculnya dikarenakan perempuan Cina ingin terlihat berbeda dengan perempuan dari etnis lain.
sumber: e-Journal Pendidikan Sejarah